Cerita Perjalanan
Pengalaman, Keindahan, yang sangat berarti buat saya.
Jum’at, 18 April 2014
Pagi
yang cerah di hari itu, saya berangkat ke rumah salah satu alumni yaitu Bang
Iwang untuk packing dan kumpul bersama teman serimba saya. Setelah semuanya siap
dan sudah kumpul semua, saya dan yang lainnya berangkat menuju Stasiun Lemah
Abang. Sesampainyya disana saya melihat sudah ada mobil TNI yang sedang parkir.
Ternyata,
disana sudah kumpul alumni – alumni yang ikut ke Gunung Salak dan ada Bang Usep
juga. Setelah itu saya dan yang lainnya meminta izin kepada Bang Usep agar
diberi keselamatan ketika disana nanti. Sebelum berangkatpun kami semua
berdo’a. Ternyata, Bang Bayu dan Bang Rio belum datang, jadi kami menunggu
mereka datang.
Merekapun
datang, dan kami semua berangkat menuju tempat yaitu cidahu. Cidahu?Mendengar
kata-kata itu jadi inget ORMED, ya memang kami semua ke
Gunung Salak lewat jalur Cidahu, karena katanya hanya jalur itu yang wajar
untuk dilewati. Sayangnya waktu berangkat saya duduk di depan jadi tidak
merasakan asiknya di belakang bersama yang lain.
Selama
perjalanan saya hanya tidur, melihat jalan, tidur lagi, lihat jalan lagi, ya
begitulah intinya. Setelah itu kami pun istirahat sebentar di rest area tol
Jagorawi, ada yang ke toilet, jajan, dan lain-lain. Sayapun ikut jajan karena
disitu perut saya laper. Lalu perjalananpun dilanjutkan karena mengingat
perjalanan kami semua masih cukup jauh.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 12.00 itu artinya sholat Jum’at untuk yang laki-laki,
namun kami masih belum sampai ke tempat tujuan. Akhirnya kamipun berhenti di
salah satu Masjid dan yang laki-laki langsung bergegas untuk sholat Jum’at. Sementara
saya, Zaini, Teh Anis, dan Teh Mela menunggu di mobil dan ngobrol-ngobrol.
Setelah
sholat Jum’at selesai, kami tidak langsung berangkat melainkan jajan-jajan
dulu. Saya dan yang lainnya beli es cincau dan cilok, harganya masih murah dan
berbeda sekali dengan di Cikarang. Setelah itu perjalanan dilanjutkan, dan
ternyata sampailah di gerbang Cidahu. Ketika di gerbang Bang Omen dan Bang
Iwang registrasi terlebih dahulu, setelah selesai kami lanjut perjalanan ke
jembatan yaitu gerbang masuk pendakian Gunung Salak.
Ketika
diperjalanan menuju jembatan, kami melewati tempat kami rimba 14 ORMED,
dan seketika sayapun flashback. Setelah itu sampailah kami semua di jembatan. Kami
semua langsung siap-siap dan istirahat terlebih dahulu karena perjalanan yang
cukup melelahkan. Setelah semuanya siap kami pun berdo’a dan berangkat ke
tempat camp kami yaitu di Bajuri.
Kami pun berjalan menuju Bajuri,
saya membawa carrier logistic yang lumayan berat. Jalan, jalan, terus jalan,
dan akhirnyapun kami ngerest di bukit. Istirahat sebentar, saya dan yang
lainnya melanjutkan perjalanan dan saya jalan dengan Rizki, disitu kami diejek-ejek
dengan yang lain. Tak menghiraukan itu kami pun terus jalan dan akhirnya sampai
di Bajuri. Pundak sudah mulai terasa
pegal, dan saya dengan yang lain istirahat.
Setelah
istirahat sebagian dari kami membangunkan tenda dan sebagiannya lagi masak untuk
makan. Disela-sela itu kami bersenda gurau melepas capek dan ketika sedang
bersenda gurau, Bang Ambar, Bang Majid, Bang Eki, dan satu teman bang Majid
datang. Makin serulah petang itu.Setelah semuanya selesai kami semua makan
bersama, betapa nikamatnya makan saat itu karena kebersamaan kami.
Selesai
makan, ada yang langsung tidur ke tenda mungkin karena kelelahan dan ada yang
kumpul-kumpul sambil membuat teh. Tidak terasa malam pun semakin larut dan kami
masuk ke tenda masing-masing, tetapi masih ada yang diluar untuk mengopi dan
ngeteh. Ketika di dalam tenda saya nggak bisa tidur, laper, dan akhirnya saya
nggak tidur sampai pagi lagi. Sayapun duduk di dalam tenda menunggu pagi, dan
pada saat itu ada beberapa pendaki juga yang ngecamp di bajuri sampai
suasanapun berisik.
Sabtu,
19 April 2014
Pagi
pun tiba, udara yang dingin dan sejukpun menyatu, Kami langsung membuat sarapan
untuk mengisi energi. Setelah itu kamipun makan bersama, Setelah makan kami pun
packing untuk menuju puncak Gunung Salak. Sangat disayangkan sekali, kami tidak
ngecamp di puncak karena ada beberapa hal yang tidak mendukung itu. Akhirnya
kami hanya ke puncak dan balik lagi ke bajuri untuk ngecamp semalam lagi.
Berdo’a
dimulai sebelum berjalan menuju puncak Gunung Salak. Setelah berdo’a kami semua
berjalan menuju puncak, saya jalan didepan bersama abang-abang yang lain dan
teman serimba saya. Ketika diperjalanan dan saya mulai lelah, saya disalip
dengan abang-abang yang lain dan saya menjadi di tengah-tengah.
Ngerest
pertama, sambil menunggu yang lainnya, setelah lumayan lama menunggu dan yang
belakang tak kunjung datang akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Sudah mulai
lelah, tapi tetap melanjutkan perjalanan walupun harus berhenti-berhenti
dijalur sebentar. Ketika dijalur saya hanya bertiga dengan Bang Iwang dan
Rizki.
Bang
Iwang berada di depan saya dan Rizki di belakang saya. Ketika sedang jalan,
sesekali Bang Iwang ninggalin kita berdua. Mungkin karena saya lama dan Rizki
menyesuaikan saya. Dan ngerest lagi, dan sudah banyak yang menunggu
disana.Beberapa lama kemudian kami langsung lanjut berjalan mengingat puncak
yang masih jauh.
Jalan,
jalan, jalan lagi, capek, lelah, ya begitulah perjalanan saya menuju puncak.
Setelah itu saya ditemukan dengan tali dan saya narik tali itu karena jalur
yang terlalu curam dan licin. Melanjutkan perjalanan lagi, dan saya melihat
pemandangan indah sekali ketika di jalur dan ada puncak Gunung Halimun yang
terlihat di jalur saat itu. Dan ketika disitu jalurpun semakin seram karena
kanan kiri jurang, jadi saya harus berhati-hati.
Dan
bukan hanya jalur yang kanan kiri jurang, tetapi ada juga jalur yang putus dan
jembatannya hanya batang pohon yang tumbang. Disitu saya agak takut karena
licin, tetapi sayapun bisa melewatinya. Berjalan lagi, mulai lelah, dan memang
sudah lelah, Bang Iwang ninggalin saya dan Rizki, jadi kami hanya berdua di
jalur(emang maunya begitu :***).
Ketika
di jalur saya juga melihat kantong semar, bagus dan warnanya menarik perhatian.
Dan nafas saya mulai sesak, untung oksigen ada di Rizki jadi saya tidak takut
untuk nafas saya habis. Sudah mulai pasrah, tetapi Rizki nyemangatin terus.
Dan
akhirnya kamipun sampai di puncak bayangan, saya senang sekali dan disitu sudah
ada yang ngerest. Ternyata, puncak masih lumayan jauh dari puncak bayangan. Kami
harus turun, naik lagi dan baru sampai ke puncak. Semangatpun mulai patah
tetapi saya harus tetap lanjut.
Lanjut
berjalan, walaupun harus berhenti-berhenti sebentar di jalur. Dan ternyata
setelah puncak bayangan masih ada tiga tali lagi. Perjalanan begitu sangat lama
menurut saya, karena puncak nggak
nyampe-nyampe.
Dan
ketika saya sudah sangat lelah dan mulai pasrah, Rizki pun bilang “ayo yang lain udah sampai puncak lagi
nungguin kita disana sayang” dan saya langsung jawab karena capek “bodo amat” disitu Rizki langung tertawa
kecil, ya tapi saya dengar suaranya. Semangat terus dan akhirnya sudah mulai
terlihat puncak.
Melihat
itu saya sangat senang sekali, dan tidak lama kemudian akhirnya saya dan Rizki
sampai puncak dan ternyata banyak orang di puncak. Sampai puncak saya langsung
tiduran karena kelelahan. Diajak foto-fotopun saya mau nggak mau. Foto hanya
senyum secukupnnya saja. Tetapi lama-lama energi saya mulai kembali dan
akhirnya saya semangat lagi.
Setelah
itu saya disuruh buat minuman hangat sama Bang Ambar, dan saya buat. Eh tapi
ketika sudah jadi airnya tidak ada yang minum. Sayapun kembali foto-foto dan
kami foto bersama. Setelah menikmati keindahan puncak Gunung Salak akhirnya
kami bersiap-siap untuk balik ke Bajuri.
Sebelum
kami kembali ke Bajuri, kami berdo’a
terlebih dahulu.Seleai berdo’a, kami pun langsung berangkat. Ketika di
perjalanan pulang, saya disuruh jalan di depan sama Bang Iwang. Sayapun
langsung berjalan di depan, ternyata di depan saya Bang Omen dan belakang saya
Bang Dimas, kamipun berjalan beriringan.
Dipertigaan,
kami bertiga belok kiri karena melihat di depan Bang Omen belok kiri. Kami
berjalan, ketika diperjalanan saya sesekali melihat ke belakang tetapi tidak
ada orang sama sekali, hanya ada Bang Dimas di belakang. Semakin jauh kami
berjalan, tiba-tiba Bang Omen ragu dengan jalur tersebut.
Akhirnya
kami berhenti sejenak dijalur itu, Bang Omen pun meihat ada selang air, padahal
ketika berangkat ketiga dari kami tidak ada yang melihat selang air di jalan
selama menuju ke puncak. Bang Omen khawatir kami melalui jalur cimelati di
Sukabumi, disitu saya sudah mulai deg-degan. Nunggulah kami selama 10 menit.
10
menit berlalu, tetapi masih tidak terlihat orang sama sekali. Sesekali Bang
Omen dan Bang Dimas teriak sebagai tanda ada orang atau tidak, tetapi tidak ada
balasan. Akhirnya Bang Omen memutuskan untuk kembali ke atas, melihat jalur
yang begitu curam, sayapun langsung patah semangat dan saya panik takut tidak
bisa kembali lagi bersama yang lain.
Kepanikan
saya sangat didukung dengan munculnya kabut, gerimis dan saya makin panik.
Disitu Bang Omen dan Bang Dimas menyemangati saya, tetapi kepanikan saya
mengalahkan saya. Saya nangis dan sambil bilang “abang takut….” Sambil berjalan. Ketika sedang naik menuju jalur
semula, kami bertemu dengan 3 0rang pendaki yang hendak turun lewat jalur itu. Kepanikan
saya pun berkurang.
Bang
Omen langsung bergegas nanya, jalur arah mana ini dan ternyata itu jalur giri
jaya yang sama sama di cidahu, disitu kepanikan saya mulai berkurang. Dan
tiba-tiba suara teriakan pun terdengar… saya langsung berteriak “ABANGGGGGGG….” Orang itu menyahut tetapi
tidak terdengar apa yang ia katakan, saya langsung senang sekali, tetapi Bang
Dimas langsung berkata “sttt jangan
sembarangan teriak” dan ketika mendengar suara teriakan lagi saya langsung
teriak lagi “ITU SIAPAAAAAA?????” tetapi
tidak ada balasan.
Dan
Finally, kami bertiga bertemu dengan 2 orang pendaki yang sedang beristirahat.
Ternyata kami bertiga salah belok, yang harusnya belok ke kanan malah belok ke
kiri.Tapi itu semua karena kami melihat ada orang yang belok ke kiri juga, tapi
orang itu tidak ada. Jadi itu siapa??? Ah sudahlah lupakan saja, yang penting
sekarang kami semua selamat dan bisa kembali bersama yang lain. Semangat saya
kembali mucul lagi, yeeee.
Kami
pun langsung kembali berjalan, ketika diperjalanan kami bertemu pendaki yang
ingin turun juga, tetapi sebagian dari mereka perempuan dan memakai rok. Bisa
dibayangkan betapa ribetnya turun gunung pakai rok, udah jalurnya licin karena
habis gerimis. Perjalanan kami jadi terhambat karena meraka yang sangat lambat
turunnya.
Dan
kamipun menyalip para pendaki tersebut. Dan ketika di jalur, melihat
pemandangan sangat indah sekali. Disitu perasaan panik, sedih, capek, berubah
menjadi senang, kagum, terkesan, pokoknya mah wow lah…
Haripun
semakin sore, tetapi kami masih berada diperjalanan. Dan ketika itu kamipun
bertemu pendaki yang ngecamp didekat kami, dia baru mau ke puncak.Dan saya
kaget ternyata anak kecil yang sekitar 8-10 tahun ikut. Setelah itu kami terus
melanjuti perjalanan mengingat perjalanan yang masih jauh.
Turunan
yang curam, licin, akar, batu, sehingga saya harus ekstra hati-hati. Dan suatu
ketika kami mendengar suara teriakan, itu berarti tempat camp semakin dekat.
Saya mendengar ada teriakan yang menyebut nama “Omen” dan saya langsung berkata “abang itu namanya ada yang manggil” dan Bang Omen berkata “bukan omen, tapi bonang” padahal saya
yakin teriakan itu memanggil nama Bang Omen.
Kamipun
terus berjalan dan tiba-tiba kami berutemu dengan Bang Eki, Bang Iwang, dan
Bang Ambar. Disitu saya senang sekali, karena keberadaan saya yang dibelakang
jadi gak keliatan kalo ada saya. Bang Ambar langsung bertanya “Sasa mana sasa?” saya pun langsung menampakan
diri dan hidung saya langung dicubit sama bang Ambar dan saya langsung diberi
minum oleh Bang Iwang.
Ternyata,
yang nyasar bukan Cuma saya, Bang Omen dan Bang Dimas, tetapi Naba, Bang Rafi,
dan Bang Rizki juga nyasar. Disitu sayapun kembali lemas, awalnya saya kira
Rizki itu Rizki rimba 14, tapi ternyata bukan J.
Akhirnya kami meneruskan pulang dengan Bang Iwang, sementara Bang Ambar dan
Bang Eki meneruskan mencari yang lain.
Terus
berjalan, saya kira perjalanan sudah dekat tetapi masih luamayan jauh. Sepatu
saya dan celana sudah berubah warna karena lumpur dan saya sering nyeblos ke
lumpur. Dan akhirnya kami sampai di Bajuri.
Waktu sudah petang saat itu. Saya langsung ke tenda dan duduk. Perasaan campur
aduk, seneng, capek , sedih, semua jadi satu.
Setelah
istirahat, saya langsung ganti baju karena baju saya yang sudah sangat kotor. Lalu
saya membantu memasak dan kami masih menunggu yang belum sampai. Disela-sela
memasak, ada 3 orang pendaki yang menanyakan apakah ada orang yang lewat situ
atau tidak, tetapi memang tidak ada yang lewat situ sama sekali. Waktu sudah
pukul 7 tetapi belum datang juga, kami pun berdo’a agar yang lain selamat dan
bisa kembali ke Bajuri.
Selesai
berdo’a akhirnya yang lain datang, dan kamipun senang. Dengan wajah Bang Ambar
yang pucat. Dan dilanjutkan dengan makan malam. Setelah makan malam, ada yang
langsung tidur kembali ke tendanya tetapi ada yang tidak dan masih ngopi-ngopi
dulu. Dan saya disuruh mijetin Bang Ambar, setelah mijetin Bang Ambar saya
ketiduran di tendanya Bang Ambar. Jadi saya tidak tahu apa yang dibicarakan
saat itu.
Saya
bangun, lalu saya pindah posisi. Hari pun sudah larut malam, tetapi kami masih
bercengkrama. Bang Eki membuat nasi goreng, sambil menunggu saya, Rizki, Zaini,
dan Naba main poker sambil makan kacang, betapa nikmatnya malam itu. Setelah
nasi goreng jadi, kami pun makan bersama, dan nasi gorengnya enak hehe…
Bulan malam itu indah sekali, udara pun sangat
mendukung untuk tetap disitu. Tetapi karena kami kelelahan akhirnya kami langsung
ke tenda masing-masing dan tidur. Malam itu tidur saya sangat pulas dan berbeda
jauh dengan malam sebelumnya, bahkan saking pulasnya bangun-bangun kerudung
saya terlepas padahal ketika tidur saya memakai kerudung.
Minggu, 20 April 2014
Tidak
terasa hari terus berlalu dan saatnya kita kembali pulang ke Cikarang hari itu.
Matahari terbit, sayapun bangun dan diikuti oleh Teh Anis dan yang lainnya.
Hanya Zaini yang masih tidur. Ketika sedang duduk di depan tenda, Bang Ambar
menyuruh saya membuat teh dan kopi. Selesai itu, kami semua membagi tugas. Ada
yang masak dan ada yang packing. Saya kebagian packing saat itu.
Dan
setelah packing selesai makananpun jadi, mantap…Sebelum makan kami berdo’a,
makanpun dimulai dengan tradisi Esacapala yang dari dulu hingga sekarang masih
ada. Menu makan pagi itu ada nasi, kornet, mie, dan teri. Teri? Ah saya tidak
suka. Dan ketika makan tiba-tiba Bang Ambar ngasih saya teri, dan saya langsung
gak nafsu makan.
Selesai
makan kami pun packing dan opsi. Setelah semua selesai dan sebelum kami semua
turun dan kembali ke rumah, kami berdo’a dan seperti biasanya, foto-foto…
Turun
ke bawah tidak terasa saat itu, tiba-tiba sudah ada ditempat rest pertama
ketika ingin ke Bajuri jum’at lalu. Setelah
ngerest kami melanjutkan perjalan dan finally kami semua sampai di gerbang Salak,
yuhuuuu…
Dan
kami turun lagi ke warung, dan di warung sudah banyak orang dan ada yang mandi,
makan, minum, dan lain-lain. Mobilpun sudah menunggu saat itu. Setelah semua
selesai, kami pun pulang. Saya duduk dibelakang, akhirnya bisa merasakan kumpul
dibelakang.
Ketika
diperjalanan saya lelah sekali dan sayapun tidur. Ketika itu, Bang Omen jail
banget sama yang lain. Yang lagi tidur semuanya difotoin dan digangguin, bahkan
sayapun kena fotonya huhu T_T
Dan
beberapa abang-abang yang lain turun di jalan karena tidak pulang ke Cikarang
melainkan ke daerah lain. Setelah berjam-jam diperjalanan akhirnya kami semua
sampai cikarang dan berhenti di Stasiun Lemah Abang, tempat kami berangkat.
Dari
situ saya tidak langsung pulang, saya ke rumah Bang Iwang dulu karena ngambil
barang yang ditinggal disana. Sampai sanapun tidak langsung pulang, tetapi
ngobrol-ngobrol dulu, makan, dan barulah saya pulang dan sampai di rumah dengan
selamat. Alhamdulillah…
Ini ceritaku, mana ceritamu?? :D
0 comments:
Posting Komentar